DICKY, SI CHEF KEREN dan BELAGU III
Bagian 3 Dari 4 : "Ketika Hal Buruk Menimpa Orang Baik"
“ Kenapa Tuhan membiarkan orang-orang baik mengalami penderitaan?
Jelaskan padaku Xervan!!!”
--- CHARISMA WIJAYA ---
Aku sadar, rasa iri hatiku sebenarnya hanyalah cermin dari egoku sebagai cowok yang nggak mau kalah. Kalau dibanding-bandingin lagi, sebenarnya di kampusku aku juga nggak kalah populer. Dicky memang sudah beberapa kali masuk TV sebagai Chef muda. Charisma boleh cerdas, tampan dan kaya? Tapi aku juga punya reputasi yang baik. Aku lahir dari papaku yang terkenal menjadi konsultan forensik kasus kriminal. Tulisanku sudah dimuat rutin di majalah Zoom-In, Indonesia. Mestinya aku lebih mensyukuri apa yang ada padaku, ketimbang iri pada apa yang dipunyai orang lain.
Jelaskan padaku Xervan!!!”
--- CHARISMA WIJAYA ---
Aku sadar, rasa iri hatiku sebenarnya hanyalah cermin dari egoku sebagai cowok yang nggak mau kalah. Kalau dibanding-bandingin lagi, sebenarnya di kampusku aku juga nggak kalah populer. Dicky memang sudah beberapa kali masuk TV sebagai Chef muda. Charisma boleh cerdas, tampan dan kaya? Tapi aku juga punya reputasi yang baik. Aku lahir dari papaku yang terkenal menjadi konsultan forensik kasus kriminal. Tulisanku sudah dimuat rutin di majalah Zoom-In, Indonesia. Mestinya aku lebih mensyukuri apa yang ada padaku, ketimbang iri pada apa yang dipunyai orang lain.
“ Ingat Xervan, membandingkan diri sendiri dengan orang lain adalah akar dari segala penyebab frustasi!” kataku dalam hati. Dengan berat hati,
aku harus mengikhlaskan diri melihat Renata masuk dapur dan bergabung dengan 'dayang-dayang'
Dicky yang sibuk mencuci piring dan gelas. Dicky tetap tidak membiarkan satu
cowokpun masuk dapur. Dia ingin memonopoli cewek-cewek keren tadi.
“ Kenyang Van?”
tanya Charisma yang tiba-tiba muncul di sampingku.
“ Fiuhhhh! Kenyang
banget Kris! Si Dicky emang hebat!“ kataku mencoba menutupi kecemburuanku.
“ Ehm Van, aku
sebenarnya pengin nanya-nanya sesuatu sama kamu nih! Tapi nggak asik kalau
ngebahasnya di depan mereka.”
“ Kenapa nggak asik?
Memangnya topik apa?”
“ Topik yang nggak penting
buat orang lain, tapi mungkin penting buat kamu!”
Aku jadi penasaran.
Topik penting apa yang ingin dibahas Charisma? Jangan-jangan dia mau ngaku kalau
sebenarnya dia juga suka sama Renata?
“ Penting ya?”
tanyaku.
“ Kita obrolin di luar
sambil ngopi yuk!”
***
Aku nggak nyangka, walau
Charisma nggak dijuluki sebagai penggemar kopi, tapi koleksi kopinya
benar-benar luar biasa. Ia membawaku ke sudut ruangan lain yang didesain mirip
café. Di sana tersimpan beberapa bungkus kopi luwak, kopi Jamaica, dan sejumlah
kopi lokal yang lain. Ada juga brand
yang populer, seperti Starbucks, dan
Millstone. Sisanya adalah brand yang
asing bagiku. Seluruh peralatan pembuat kopi juga tersedia di sana. Sesaat
kemudian, segelas kopi hitam original tanpa campuran sudah tersedia di depanku.
Entah merk apa yang dipilih Charisma, tapi dari keharumannya, aku tahu bahwa
kopi ini cukup berkelas. Inilah salah satu daya tarik Charisma yang bikin
banyak cewek suka. Walau lebih keren, lebih kaya dan lebih pintar dibanding
Dicky, tapi dia bukan tipe cowok arogan.
“ Pertama Van, aku
harus bilang, aku salut dan iri sama kamu!” kata Charisma.
Aku kaget campur
bangga! Charisma punya segalanya, tapi kenapa dia iri padaku? Kedengarannya
kayak cerita-cerita novel picisan. Ketika aku iri pada Dicky, Charisma justeru
iri padaku. Jangan-jangan Charisma suka pada Renata, tapi nggak kesampaian.
“ …aku juga iri
pada Dicky, Deni dan juga seluruh teman-teman yang kuundang malam ini!” lanjut
Charisma.
Ternyata aku bukan
satu-satunya orang yang membuat Charisma iri.
“ Orang mungkin iri
denganku karena aku lahir dari keluarga orang kaya. Tapi sejujurnya aku sering
iri dengan orang-orang yang sederhana, aku sering berharap bisa seperti mereka.”
kata Charisma.
“ Kamu iri dengan
orang yang sederhana dan pengin jadi seperti mereka?”
“ Jangan salah Van!
Aku bukan pengin jadi miskin, tapi aku berharap bisa memiliki cara pandang yang
simple! Aku iri dengan
siapapun yang bisa berpikir simple, entah dia kaya ataupun miskin!” ujar
Charisma.
“ Aku nggak
ngerti maksudmu Kris? Pikiran simple
yang gimana sih? Apa cara berpikirmu yang kompleks bikin kamu menderita?”
tanyaku.
Charisma tampak
kesulitan memberikan jawaban. Sorot matanya mulai memancarkan kegelisahan yang
mendalam. Entah apa yang dipendamnya, padahal selama ini dia terlihat selalu
ceria.
***
“ Aku dihantui
pertanyaan-pertanyaan yang nggak ada jawabannya. Aku sampai frustasi mikirinnya.
Bukannya aku mendapat jawaban, malahan untuk sekedar tahu; 'apa yang jadi
pertanyaanku' itupun nggak bisa. ” lanjut Charisma.
“ Kok jadi filosofis
gitu? Sebenarnya kamu baru galau sama siapa sih?”
Charisma menatapku
dengan tajam, siap untuk memuntahkan segala kefrustasiannya.
“Oke Van! Kamu tadi
nyebut-nyebut tentang Tuhan waktu ngobrol sama Renata, iya kan?”
“ Iya emang!”
" Kau yakin Tuhan itu ada Van?"
" Ya! Yakin seratus persen!"
“ Kalau Tuhan
memang ada, kenapa kakakku harus kehilangan suaminya di usia pernikahannya yang masih sangat muda?”
Mata Charisma menatapku dengan tajam. Baru kali ini aku melihat Charisma sedemikian frustasi.
" Kenapa Tuhan membiarkan orang-orang baik mengalami penderitaan? Jelaskan padaku Xervan!!!"
Nada suara Charisma memprotesku, tapi ekspresi wajahnya memohon. Dia benar-benar butuh penjelasan yang bisa diterima akal sehat atas kehilangan yang dia rasakan. Inikah pertanyaan yang selama ini menghantuinya? Mulutnya hendak melontarkan lebih banyak gugatan lagi, tapi segala kefrustasiannya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi. Kematian kakak iparnya pasti sangat memukulnya.
BERSAMBUNG
Akhir dari Bagian 3 dari 4
Nantikan Bagian 4
Link :
Bagian 2 dari 4 : "Ketika Empat Kartu As Berada di Tangan Lawan"
Bagian 4 dari 4 : " Kenapa Tuhan Kayak Nggak Peduli?"
Bagian 4 dari 4 : " Kenapa Tuhan Kayak Nggak Peduli?"
No comments:
Post a Comment